Pemahaman terhadap Lafal, Tekanan, Intonasi, dan Jeda
Unsur bahasa yang terkecil
berupa lambang bunyi ujaran disebut fonem.
Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dikenal
dengan artikulasi. Dalam bentuk
tertulisnya disebut huruf. Lambang-lambang ujaran ini di dalam bahasa Indonesia
terbagi dua, yaitu vokal dan konsonan. Cara mengucapkan
lambang-lambang bunyi ini disebut dengan lafal. Jadi lafal adalah cara
seseorang atau
sekelompok penutur bahasa dalam mengucapkan lambanglambang bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucapnya.
Fonem vokal di dalam bahasa Indonesia secara umum
dilafalkan menjadi delapan bunyi ujaran walaupun penulisannya hanya lima ( a, i , u, e, o ). Misalnya, fonem
/ a / dilafalkan
[ a ] fonem / i
/ dilafalkan [ i
] fonem / u / dilafalkan [u
]
fonem /
e / dilafalkan tiga bunyi yaitu: [ e
] , [ ə ] atau e lemah, dan [ε]
atau e lebar.
Contoh pemakaian katanya;
lafal [ e ] pada
kata < sate > lafal [ə ] pada kata < pəsan > lafal [ε ]
pada kata < n ε n ε k >
fonem / o
/ terdiri atas lafal [ o ] biasa dan
lafal [ ] atau o
bundar.
Contoh pemakaian katanya:
lafal [ o
] pada kata [ orang ] lafal [ ] pada kata [ p h n ], saat mengucapkannya bibir lebih maju dan bundar.
Variasi
lafal fonerm / e / dan / o / ini memang tak begitu dirasakan,
cenderung tersamar karena pengucapannya tidak mengubah arti kecuali pada
kata-kata tertentu yang termasuk jenis homonim.
Tidak ada pedoman khusus yang
mengatur ucapan atau lafal ini seperti bagaimana diaturnya sistem tata tulis
atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi
setiap pemakai bahasa tulis bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Lafal
sering dipengaruhi oleh bahasa daerah mengingat pemakai bahasa Indonesia
terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing.
Bahasa daerah ini merupakan bahasa Ibu yang sulit untuk
dihilangkan
sehingga saat menggunakan bahasa Indonesia sering dalam pengucapan diwarnai
oleh unsur bahasa daerahnya. Contoh:
kata <apa> diucapkan oleh
orang Betawi menjadi <ape>, <p h n> diucapkan <pu’un>.
Pada bahasa Tapanuli (Batak), pengucapan e umumnya menjadi ε, seperti kata <benar> menjadi <bεnar>, atau pada bahasa daerah Bali dan Aceh pengucapan huruf t dan d terasa kental sekali, misalnya ucapan
kata teman seperti terdengar deman, di Jawa khusunya daerah Jawa
Tengah pengucapan huruf b
sering diiringi dengan bunyi /m
/ misalnya, <Bali> menjadi [mBali], <besok> menjadi {mbesok] dan sebagainya.
Selain itu
pelafalan kata juga dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang tidak baku.
Perhatikan contoh di bawah ini.
telur
|
--------
|
telor
|
kursi
|
--------
|
korsi
|
lubang
|
--------
|
lobang
|
kantung -------- kantng
senin
|
-------- sənεn
|
rabu -------- reb
kamis
|
-------- kemis
|
kerbau
|
-------- kebo,
dan lain sebagainya.
|
Menurut EYD, huruf
vokal dan konsonan didaftarkan dalam urutan abjad, dari a sampai z dengan lafal
atau pengucapannya. Secara umum setiap pelajar dapat melafalkan abjad dengan
benar, namun ada pelafalan beberapa huruf yang perlu mendapatkan perhatian
khusus karena sering dipengaruhi oleh lafal bahasa asing atau bahasa Inggris.
Contoh:
-- huruf c dilafalkan
ce bukan se,
-- huruf g dilafalkan ge bukan ji
-- huruf q dilafalkan
ki bukan
kyu
-- huruf v dilafalkan
fe bukan
fi
-- huruf x
dilafalkan eks bukan ek
-- huruf y dilafalkan
ye bukan
ey
Jadi :
|
Pengucapan MTQ
adalah [em te ki] bukan
[em te kyu]
|
Pengucapan TV adalah [te fe] bukan
[ti fi]
|
|
Pengucapan exit
adalah [eksit] bukan
[ekit]
|
Dalam bahasa
Indonesia ada gabungan vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan w atau y
yang disebut dengan diftong.
Contoh:
1.
Gabungan vokal /ai/ menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[ay] pada kata:
-
sungai menjadi sungay
-
gulai menjadi gulay
-
pantai menjadi pantay
2.
Gabungan vokal /au/ menimbulkan bunyi konsonan luncuran
[aw]
pada kata :
-
harimau menjadi
harimaw
-
limau menjadi
limaw
-
kalau menjadi kalaw
3.
Gabungan vokal
/ oi / menimbulkan bunyi konsonan luncuran [oy]
pada kata :
-
koboi menjadi koboy
-
amboi menjadi amboy
-
sepoi menjadi sepoy
Tetapi, ada
kata-kata yang menggunakan unsur
gabungan tersebut di atas tetap dibaca sesuai lafal kedua vokalnya.
Contoh:
|
-
|
dinamai tetap dibaca [dinamai]
|
-
|
bermain tetap dibaca [bermain]
|
|
-
|
mau tetap dibaca [mau]
|
|
-
|
daun tetap dibaca [daun]
|
|
-
|
koin tetap dibaca [koin]
|
|
-
|
heroin tetap dibaca [heroin]
|
Ada juga dalam tata bahasa Indonesia,
gabungan konsonan yang dilafalkan dengan satu bunyi, seperti fonem /kh/, / sy/, ny/, /ng/ dan /nk/. Meskipun ditulis dengan dua huruf, tetapi dilafalkan satu
bunyi, contoh:
khusus , syarat, nyanyi, hangus, bank.
Lafal dan fonem
merupakan unsur segmental di dalam
bahasa Indonesia. Selain unsur ini, ada
pula unsur lain yang fungsinya berkaitan dengan unsur suprasegmental, yaitu
tekanan, intonasi, dan jeda. Tekanan adalah gejala yang ditimbulkan akibat
adanya pengkhususan dalam pelafalan sebuah suku kata atau kata. Tekanan adalah bentuk tinggi rendahnya,
panjang pendeknya, atau keras lembutnya suara atau pengucapan. Biasanya kata
yang mengalami tekanan tertentu adalah kata yang dipentingkan.
Tekanan dalam bahasa Indonesia
tidak mengubah makna seperti pada bahasa Batak Toba /bóntar/ artinya putih, dan
/bentár/ artinya darah. Tekanan hanya menunjukkan sesuatu kata atau frasa yang
ditonjolkan atau dipentingkan agar mendapat pemahaman secara khusus bagi
pendengar. Tekanan tertentu pada sebuah kata atau frasa menguatkan maksud
pembicara.
Biasanya tekanan didukung oleh ekspresi atau mimik wajah sebagai bagian dari
ciri bahasa lisan.
Contoh penggunaan pola tekanan:
1.
Adi membeli
novel di toko buku.
( yang membeli novel Adi, bukan orang lain )
2.
Adi membeli
novel di toko buku. ( Adi membeli novel, bukan membaca )
3.
Adi membeli novel
di toko buku.
( yang dibeli Adi novel bukan alat tulis )
4.
Adi membeli novel di
toko buku.
( Adi
membeli novel di toko buku bukan di pasar )
Ciri
suprasegmental lainnya adalah intonasi.
Int
onasi ialah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat. Intonasi lazim
dinyatakan dengan angka (1,2,3,4). Angka 1 melambangkan titinada paling rendah,
sedangkan angka 4 melambangkan titinada paling tinggi. Penggunaan intonasi
menandakan suasana hati penuturnya. Dalam keadaan marah seseorang sering
menyatakan sesuatu dengan intonasi menaik dan meninggi, sedangkan suasana sedih
cenderung berintonasi menurun. Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah
kalimat. Kalimat yang diucapkan dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat
pernyataan, sedangkan yang diakhiri dengan intonasi menaik umumnya berupa
kalimat tanya.
Contoh:
-
Mereka sudah pergi.
-
Mereka sudah pergi?
Kapan?
Berbicara
tentang intonasi berarti berbicara juga
tentang jeda. Jeda adalah penghentian
atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi, penggunaan intonasi
yang baik dapat ditentukan pula oleh
penjedaan kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam
pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat pendengar
dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan. Penggunaan jeda yang
tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak dapat dipahami. Dalam
bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan. Pada bahasa tulis jeda ditandai
dengan spasi atau dilambangkan dengan garis miring [/], tanda koma [,],
tanda titik koma [;], tanda titik
dua [:], tanda hubung [-], atau tanda pisah [--].
Jeda juga dapat memengaruhi pengertian atau makna kalimat.
No comments:
Post a Comment