PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)
DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK
(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran
Tahun Pelajaran 2014/2015)
Latar Belakang
Pendidikan memiliki peran yang begitu penting untuk meningkatkan
kualitas serta kuantitas sumber daya manusia. Dengan adanya pembaharuan
dalam dunia pendidikan yang dilakukan secara terencana, terarah dan
berkesinambungan maka akan tercipta manusia-manusia unggul yang siap
bersaing ditengah ketatnya persaingan global. Pendidikan merupakan salah
satu solusi dari permasalahan ini karena pendidikan adalah suatu aspek
kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai
pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Hal ini diwujudkan dengan
adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran yang
berkesinambungan. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar
merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman
pada seperangkat aturan dan rencana pendidikan. Sebagai pendidik maka
guru berperan besar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, guru harus
mampu memberikan pengajaran yang benar sehingga mampu diterima oleh
peserta didik dengan baik.
Hal ini berbanding lurus dengan pembelajaran matematika di sekolah yang
bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang mampu berpikir
kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin
dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun
pada bidang lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun kenyataannya pada saat ini bisa dikatakan kegiatan pembelajaran di
sekolah kurang mampu meningkatkan kreativitas peserta didik. Masih
banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara
monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar
terkesan kaku dan hanya didominasi oleh guru. Dengan kenyataan seperti
ini maka mengakibatkan peserta didik kurang memiliki motivasi kuat untuk
belajar matematika dengan sungguh-sungguh serta aktivitas peserta didik
pun kurang berperan secara optimal. Dalam proses belajar mengajar masih
begitu banyak peserta didik yang bergantung pada guru padahal
pembelajaran matematika ini berperan untuk melatih kemampuan berpikir
mandiri dan berargumentasi peserta didik.
Keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal yang dimaksud adalah
faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, yaitu antara lain
kecerdasan siswa, motivasi, minat, kemandirian, sikap dan bakat.
Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari
luar peserta didik, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat,
dan lingkungan sekolah. Faktor-faktor tersebut sering kali menjadi batu
hambatan dalam perjalanan mencapai keberhasilan pembelajaran matematika
peserta didik. Rumus dalam suatu materi pengajaran atau soal yang begitu
panjang kerapi dihadapi peserta didik. Hal ini menjadi salah satu
kesulitan tersendiri untuk menghafal rumus dan mencocokannya pada soal
yang tengah dihadapi. Peserta didik selalu fokus pada perhitungan
penggunaan rumus itu atau sekedar mensubstitusi angka-angka dalam soal
pada rumus yang digunakan. Lebih parah lagi jika diantara peserta didik
ada yang tidak memahami masalah yang tengah dihadapi, padahal tujuan
dari pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah.
Upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik harus dilakukan.
Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran
menjadi lebih menarik dan disenangi oleh peserta didik. Suasana kelas
perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan
untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat diperoleh prestasi
belajar yang optimal sesuai dengan harapan. Untuk mencapai hal ini salah
satu langkah yang harus dilakukan adalah dengan dilaksanakan proses
pembelajaran yaang berpusat pada peserta didik dan menggali kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus
tertanam pada setiap peserta didik. Untuk mengembangkan kemampuan ini
maka diperlukan inovasi di dalam kegiatan pembelajaran matematika yang
mengutamakan pada pengembangan daya matematik peserta didik. Dalam
pembelajaran matematika, pemecahan masalah (problem solving) sangat
diperlukan karena keberhasilan proses pemecahan masalah ini dianggap
akan mampu untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. Dengan pemecahan
masalah guru akan dapat menggali kemampuan berpikir peserta didik untuk
memecahkan masalah yang tengah mereka hadapi agar ditemukan jawaban atau
hasil akhir dari suatu permasalahan.
Salah satu pendekatan yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan
pembelajaran matematika adalah pendekatan pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif ini memiliki beberapa tipe pembelajaran,
diantaranya Jigsaw, Examples Non Examples, Picture and Picture, Numbered
Head Together (NHT), Problem Based Introduction dan lain-lain. Dalam
penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) dengan harapan agar peserta didik menjadi
lebih aktif dan mereka merasa lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran
matematika. Selain itu penulis juga berharap agar pembelajaran menjadi
lebih terarah dan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada
peserta didik.
Alasan penulis memilih untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT) ini karena dengan dibentuknya kelompok
akan memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan mendukung satu
sama lain, menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan yang tengah
dihadapi sehingga mampu menyimpulkan hasil akhir secara bersama-sama.
Dengan begitu maka diharapkan peserta didik mampu membangun dan
mengembangkan pengetahuannya.
Agar permasalahan tidak meluas, maka penelitian dibatasi pada materi
sistem persamaan linear dua variabel. Kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik dalam memecahkan soal-soal persamaan linear dua
variabel dengan kompetensi dasar menyelesaikan sistem persamaan linear
dua variabel, membuat model matematika dari masalah yang berkaitan
dengan sistem persamaan linear dua variabel, menyelesaikan model
matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear
dua variabel dan penafsirannya.
Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dikemukakan, penulis
memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik
(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran
tahun Pelajaran 2014/2015).”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :
Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran langsung?
Definisi Operasional
Untuk memperjelas permasalahan yang akan penulis teliti, berikut ini
penulis kemukakan satu persatu maksud atau makna yang terjabar dalam
penelitian ini.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Menurut Slavin (Huda, Miftahul, 2013:203) “Metode yang dikembangkan oleh
Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam
diskusi kelompok”. Tujuan dari pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta di
untuk berbagi pendapat atau gagasan serta mempertimbangkan jawaban
secara berkelompok guna mendapatkan jawaban yang paling tepat.
Huda, Miftahul (2013:203-204) menyatakan bahwa sintak atau tahap-tahap
pelaksanaan Numbered Head Together (NHT) hampir sama dengan diskusi
kelompok, yang rinciannya adalah sebagai berikut :
Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.
Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.
Guru memberi tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya.
Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban
tersebut.
Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.
Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran direct instruction atau yang lebih dikenal dengan
pembelajaran langsung adalah sebuah model pembelajaran yang telah
dirancang secara khusus oleh guru untuk menunjang proses belajar peserta
didik berkenaan dengan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan
baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fase-fase dalam
model pembelajaran langsung adalah menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan,
membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan latihan dan
penerapan konsep.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan menggunakan
informasi dan pengetahuan dalam upaya mencari solusi dari suatu
permasalahan matematik yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan model
Polya, yang meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
melakukan perhitungan dan memeriksa kembali hasil.
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) layak
dikatakan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik
peserta didik apabila terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah
peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik daripada
peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini bisa
dilihat dari hasil belajar berupa tes tertulis (postest dan pretest)
dengan menggunakan rumus normalized gain (gain ternormalisasi) dengan
rumus
normalized gain=(postest score –pretest score)/(score max-pretest score)
Kesulitan Peserta Didik dalam Pemecahan Masalah
Peserta didik dikatakan mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah
matematika menurut langkah Polya, jika skornya kurang dari batas
penguasaan ideal. Untuk menghitung batas penguasaan ideal menggunakan
rumus seperti berikut ini :
Batas penguasaan ideal = x ̅_ideal+ 1/4 〖SD〗_Ideal
Keterangan :
x ̅_ideal = nilai rata-rata ideal yaitu 1/2 dari skor maksimal tiap tahap
〖SD〗_Ideal = simpangan baku ideal, yaitu 1/3 dari nilai rata-rata ideal
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk :
Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT)
lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran langsung.
Mengetahui pada langkah mana peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematik menurut langkah-langkah Polya.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagi peneliti, untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif
Numbered Head Together (NHT).
Bagi guru, sebagai informasi bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together (NHT) ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif dalam kegiatan belajatr mengajar matematika.
Bagi peserta didik, untuk membantu menumbuhkembangkan kreativitas
belajar peserta didik dalam mempelajari matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini.
Bagi sekolah, agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
proses pengembangan pembelajaran matematika peserta didik yang akan
disampaikan oleh guru.
Landasan Teoritis
Kajian Teori
Model Pembelajaran Kooperatif
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal
dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson (Isjoni, 2001:17)
“Cooperative learning adalah mengelompokkan peserta didik didalam kelas
ke dalam suatu kelompok kecil agar peserta didik dapat bekerja sama
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama
lain dalam kelompok tersebut”. Dalam pembelajaran kooperatif peserta
didik duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil dan menyelesaikan
masalah yang mereka terima dai guru secara berkelompok.
Slavin, R.E (Yusron, Narulita, 2010:4) menyatakan, “Pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para
peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam memepelajari materi pelajaran”. Peserta
didik dituntut untuk bekerja sama agar hasil belajar yang lebih baik
dapat tercapai.
Ibrahim, Muslimin, et. al. (2000:6), mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi pelajaran.
Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Kelas dengan kemampuan peserta didik yang bervariasi maka pembelajaran
kooperatif sangat cocok digunakan pada kelas ini, yaitu dengan
mencampurkan peserta didik dengan kemampuan beragam. Dengan demikian
peserta didik yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi oleh
peserta didik yang lebih. Begitu juga halnya peserta didik yang lebih
akan semakin terasah kemampuannya. Disamping itu diharapkan akan
mempererat persahabatan antar peserta didik karena pembelajaran
kooperatif memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang memiliki
ketergantungan pada orang lain, mempunyai tujuan serta tanggung jawab
yang setara.
Menurut Lungren (Trianto, 2010:65) mengatakan bahwa unsur-unsur dasar
yang diperlukan untuk diterapkan pada peserta didik agar pembelajaran
kooperatif berjalan lebih efektif adalah sebagai berikut :
Para peserta didik harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama;
Para peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap tiap peserta didik
lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri,
dalam mempelajari materi yang dihadapi;
Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama;
Para peserta didik harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok;
Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan
ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;
Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar;
Para peserta didik diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Roger dan David Johnson (Lie, Anita 2007:31) menyatakan bahwa ada lima
unsur model pembelajaran kooperatif yang diantaranya adalah saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Untuk mencapai
hasil belajar yang diinginkan maka dalam pembelajaran kooperatif maka
kelima unsur ini harus diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2011:24) mengungkapkan bahwa keunggulan
yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
Saling ketergantungan yang positif
Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta didik dengan guru
Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan
Selain kelebihan yang telah dikemukakan dari model pembelajaran
kooperatif tetap memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah
disampaikan oleh Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2011:25) adalah sebagai
berikut :
Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu
Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik
permasalahan yang sedanag dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok dengan
beranggotakan 4-6 peserta didik dengan tingkat kemampuan atau jenis
kelamin yang berbeda. Kerja sama antar peserta didik sangat diperlukan
dan ketergantungan yang begitu kuat dalam struktur pencapaian tugas,
tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari
keberhasilan tiap individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut
sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan positif dalam belajar
kelompok.
Untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran kooperatif terdapat 6 langkah utama yang perlu diperhatikan.
Tabel 1
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi peserta didik belajar
Fase-2
Menyampaikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan acuan
Fase-3
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru
menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk suatu
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6
Memberikan penghargaan Guru mencari car-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Sumber : Ibrahim, Muslimin, et. al. (Trianto, 2010:66-67)
Pembelajaran kooperatif bagi peserta didik dapat mendukung guna
meningkatnya kemajuan pada pengembangan sikap, nilai dan tingkah laku
karena dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang heterogen maka
peserta didik dapat lebih banyak memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan. Adapun
tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh
pengetahuan dari teman sejawatnya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah
diungkapkan oleh Stahl (Isjoni, 2011:24) “Melalui model cooperative
learning peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai
pertimbangan untuk berfikir dan menentukan serta berbuat dab
berpartisipasi sosial”.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan salah satu
tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, membuat
kelompok heterogen dan setiap peserta didik memiliki nomor tertentu,
memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi
untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan
nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja secara kelompok,
melakukan presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas
masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat
skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis lalu diberikan
penghargaan kelompok.
Lie, Anita (2010:12) menyatakan “Sistem pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran
gotong royong” atau cooperative learning”. Jadi bisa disimpulkan bahwa
cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran gotong royong
yang memiliki sisi sosial positif.
Kelebihan model pembelajaran tipe Numbered Head Together (NHT) yaitu :
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Memudahkan pembagian tugas.
Peserta didik belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.
Tipe ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu metode belajar dimana
setiap peserta didik diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok,
setelah itu guru memanggil nomor dari peserta didik. Pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) ini menekankan adanya
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian cooperative
learning tipe Numbered Head Together (NHT) adalah kegiatan belajar
mengajar secara kelompok kecil, yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan menutut siswa
agar melaksanakan tanggungjawab pribadinya dalam keterkaitan dengan
rekan-rekan kelompoknya.
Lie, Anita (2010:60) menjelaskan bahwa langkah-langkah cooperative
learning tipe Numbered Head Together (NHT) adalah sebagai berikut :
Langkah 1 – Penomoran (Numbering)
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa
dalam tim memiliki nomor yang berbeda.
Langkah 2 – Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya.
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya
siswa no.1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang
mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa no.2 bertugas
mencari penyelesaian soal. Siswa no.3 mencatat dan melaporkan hasil
kerja kelompok.
Langkah 3 – Berpikir bersama (Head Together)
Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. Jika perlu (untuk tugas
yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerjasama antar kelompok.
Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama
beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan
ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu dan
mencocokan hasil kerja mereka.
Langkah 4 – Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung adalah sebuah model pembelajaran yang
dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik
berkenaan dengan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan
dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fase-fase dalam model
pembeljaran langsung adalah menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan,
membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan latihan dan
penerapan konsep.
Widaningsih, Dedeh (2010:150) menyatakan, “Model pembelajaran langsung
dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik
berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah”.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara bertahap melalui informasi
yang diberikan oleh guru dan selanjutnya untuk dapat mengecek pemahaman
peserta didik dilanjutkan dengan tanya jawab serta diskusi.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak pernah lepas dari strategi,
metode dan teknik pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tim
MKPBM (2001:8) ”Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang ditetapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas”.
Model pembelajaran langsung merupakan salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Menurut
Widaningsih, Dedeh (2010:150) “Model pembelajaran langsung dirancang
secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik berkenaan
dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktrur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah”.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara bertahap melalui informasi
yang diberikan oleh guru dan untuk menegcek pemahaman peserta didik
dilanjutkan dengan tanya jawab serta diskusi.
Model pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang
rinci terutama pada saat menganalisis tugas. Model pembelajaran langsung
berpusat pada guru tetapi tetap harus menjamin keterlibatan peserta
didik.
Kardi dan Nur (Trianto, 2007:29) mengungkapkan, ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil
Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan yang
ditransformasikan secara langsung oleh guru kepada peserta didik.
Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus
diatur seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang waktu dengan
benar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Depdiknas
(Widaningsih, Dedeh, 2010:152) fase dan peran guru dalam model
pembelajaran langsung disajikan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2
Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Langsung
No Fase Peran Guru
1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Menjelaskan
tujuan, materi prasyarat, memotivasi peserta didik dan mempersiapkan
peserta didik
2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
3 Membimbing pelatihan Guru memberikan latihan terbimbing
4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Mengecek kemampuan peserta didik dan memberikan umpan balik
5 Memberikan latihan dan penerapan konsep Memberikan latihan untuk
peserta didik dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan
sehari-hari
Sumber: Depdiknas (Widaningsih, Dedeh, 2010:152)
Fase model pembelajaran langsung lebih menekankan pada tugas, sehingga
guru memiliki peran penting di dalam kelas yaitu sebagai pemberi
informasi. Dalam model pembelajaran langsung partisipasi peserta didik
tidak begitu menonjol.
Sebagaimana halnya sebuah kegiatan belajar mengajar maka pembelajaran
langsung pun memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Suherman,
Erman (2004:12) mengatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran
langsung adalah
Menyiapkan peserta didik
Sajian informasi dan prosedur
Latihan bimbingan
Balikan-refleksi
Latihan mandiri
Setiap model, metode dan pendekatan pembelajaran memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
model pembelajaran langsung maka diharapkan agar guru dapat menciptakan
sebuah pembelajaran yang kondusif. Widaningsih, Dedeh (2010:153)
menyatakan. “Kelebihan dari model pembelajaran langsung adalah a.
relatif banyak materi yang bisa diterapkan, b. untuk hal-hal yang
sifatnya prosedural, model ini akan rekatif mudah diikuti. Sedangkan
kelamahannya adalah jika terlalu dominan pada ceramah, siswa akan merasa
cepat bosan”.
Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT)
Adapun teori belajar yang dipakai disini dari Endang S. dan Sumaryanta (2005: ) adalah sebagai berikut:
Teori Belajar Vygotsky
Lev Vygotsky (Budiningsih, C. Asri 2008:99) mengungkapkan, “Jalan
pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan
sejarahnya”. Seseorang memahami pikiran bukan dengan cara menelusuri apa
yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari
asal-usul tindakan sadarnya, interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah
hidupnya.
Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri. Ini
disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan
potensial tampak dari kemampuan seseoarang untuk menyelesaikan
tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa
atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini
disebut sebagai kemampuan intermental.
Selain itu penafsiran terkini terhadap ide-ide vygotsky adalah peserta
didik seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit dan realistik dan
kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tuga-tugas
tersebut. Hal ini sesuai dengan Vygotsky (Trianto, 2009:39) yaitu
Scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal
perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut serta memebrikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin
besar setelah anak dapat melakukannya.
Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) karena menggunakan konsep kerja sama dalam proses
pembelajarannya sehingga dapat mencapai hasil yang optimal dalam
pembelajaran. Keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran bukan hanya
karena ketrelibatan guru namun keterlibatan teman sebaya pun menjadi
faktor penentu.
Salah satu lingkungan yang baik, efektif dan efisisen yang dapat melatih
perkembangan kognitif siswa seperti yang dikemukakan Vygotsky adalah
lingkungan belajar model kooperatif (cooperative learning) dalam
bimbingan seorang guru. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial
yaitu interaksi individu dengan orang-orang lain merupakan faktor yang
terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang.
Proses belajar akan terjadi secara efektif dan efisien apabila siswa
belajar secara kooperatif dengan suasana lingkungan yang mendukung
(supportive) dengan bimbingan orang yang lebih mampu.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky maka diharapkan dalam
penggunan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
dalam pembelajaran siswa dapat bekerjasama/berdiskusi dalam
menyelesaikan permasalahan sehingga tercipta suasana yang menyenangkan.
Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner belajar merupakan proses aktif yang memungkinkan manusia
untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepadad
irinya. Jika seorang mempelajari suatu pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran orang tersebut. Selain itu langkah yang
paling baik dalam belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan
presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan
lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi
(model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang
lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya.
Bruner (Tim MKPBM,2001:44) menyatakan,
Belajar matematika akan lebih berhasil jika proses diarahkan pada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan, disamping itu ia juga mengemukakan bahwa dalam
prosesbelajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasibenda-benda (alat peraga).
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Bruner maka diharapkan dalam
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
dalam pembelajaran siswa dapat aktif di dalam kelas. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dalam pembelajaran
akan membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan tidak hanya dengan
cara menghafal tetapi siswa mendapatkan pengetahuan dengan cara
berdiskusi/bekerjasama dalam teman yang lain dalam kelompok.
Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Langsung
Salah satu teori yang mendukung model pembelajaran langsung adalah teori
Ausubel. Teori ini dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya
pengulangan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Berkaitan dengan
hal ini, Suparno, (Isjono, 2007:35) berpendapat, “Pembelajaran bermakna
adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang
dalam proses pembelajaran”. Materi pembelajaran harus sesuai dengan
kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki peserta didik, sehingga
konsep-konsep baru tersebut bisa diterima dengan baik oleh peserta
didik. Berkaitan dengan hal tersebutnTim MKPBM (2001:35) menyatakan,
“Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima.
Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima, jadi tinggal
menghafalnya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh
peserta didik, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu
untuk dapat membedakan antara belajar menghafal, peserta didik menghafal
materi yang sudah diperolehnya, tetapai pada belajar bermakna materi
yang telah diperolehnya itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih dimengerti”
Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan maka dalam kegiatan
belajar mengajar peserta didik tidak hanya menerima, menghafal, dan
menemukan konsep saja tetapi peserta didik dituntut untuk mampu
mengembangkan konsep tersebut sehingga belajar bermakna dapat tercapai.
Teori Ausubel ini sangat mendukung model pembelajaran langsung karena
harus ditekankan bahwa dalam sebuah kegiatan pembelajaran itu bukan
hanya menekankan pada pengertian konsep saja tetapi peserta didik
dituntut untuk mampu mengaitkan konsep-konsep baru atau informasi baru
dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta
didik sehingga proses pembelajaran berjalan dengan penuh makna dan apa
yang telah disampaikan oleh guru sebagai sang pendidik dapat diterima
serta dipahami dengan baik oleh peserta didik.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Ruseffendi, E.T. (2006:336) menyatakan, “Suatu persoalan merupakan
masalah bagi seseorang. Pertama, apabila persoalan itu tidak dikenalnya.
Kedua, peserta didik harus mampu menyelesaikannya, terlepas daripada
apakah sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu
merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk
menyelesaikannya.”
Pemecahan masalah (problem solving) dalam matematika dapat berupa
menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, serta
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya adalah
dimana sebuah soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar atau
sampai pada hasil akhir diperlukan pemikiran yang lebih mendalam. Oleh
sebab itu pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis.
Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan peserta didik dalam melakukan pemecahan masalah matematik
dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Langkah-langkah
dalam Polya ini meliputi : 1) memahami masalah, 2) melakukan
perhitungan, 3) merencanakan penyelesaian, 4) merencanakan penyelesaian,
dan 5) memeriksa hasil kembali. Dengan langkah-langkah pemecahan
masalah menurut Polya ini peserta didik dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya dengan sangat sistematis.
Deskripsi Materi Pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Materi Pokok : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear dan
variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Memahami sistem persamaan linear dan variabel dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah 2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel
2.1.1 Menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV
2.1.2 Mengenal SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel
2.1.3 Menentukan akar SPLDVdengan substitusi dan eliminasi
2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
persamaan linear dua variabel 2.2.1 Membuat model matematika dari
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV
2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
persamaan linear dua variabel 2.2.1 Membuat model matematika dari
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV
2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
sistem persamaan linear variabel dan penafsirannya 2.3.1 Menyelesaikan
model matematikadari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan
linear dua variabel dan penafsirannya
2.3.2 Menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan grafik garis lurus
Persamaan Linear Satu Variabel
Perhatikan persamaan-persamaan berikut.
2x + 5 = 3 persamaan (1)
1 – 2y = 6 persamaan (2)
z + 1 = 2z persamaan (3)
Variabel pada persamaan (1) adalah x, pada persamaan (2) adalah y, dan
pada persamaan (3) adalah z. Persamaan-persamaan di atas adalah contoh
bentuk persamaan linear satu variabel, karena masing-masing persamaan
memiliki satu variabel dan berpangkat satu. Variabel x, y, dan z adalah
variabel pada himpunan tertentu yang ditentukan dari masing-masing
persamaan tersebut.
Persamaan linear satu variabel dapat dinyatakan dalam bentuk ax = b atau
ax + b = c dengan a,b, dan c adalah konstanta, a ≠ 0, dan x variabel
pada suatu himpunan.
Contoh
Tentukan himpunan penyelesaian persamaan berikut.
3x+1 = 4
⇔ 3x+1-1 = 4-1
⇔ 3x = 3
⇔ 1/3 x 3x = 1/3 x 3
⇔ x = 1
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {1}.
Persamaan Linear Dua Variabel
Pengertian Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variable (SPLDV) adalah gabungan dari dua
atau lebih persamaan linear yang memiliki nilai variael yang sama. Jika
pada sebuah persamaan memiliki variabel yang bernilai 2, maka nilai
variabel sejenis pada persamaan lain juga harus 2. Dalam kehidupan
sehari- hari biasanya digunakan untuk menyelesaikan atau menemukan nilai
variabel yang belum diketahui dalam dua kondisi yang berbeda.
Persamaan garis lurus pada bidang Cartesius dinyatakan dalam bentuk ax +
by = c dengan a,b,c konstanta real dengan a,b ≠ 0, dan x,y adalah
variabel pada himpunan bilangan real. Persamaan linear dua variabel
dapat dinyatakan dalam bentuk berikut, ax + by = c dengan a,b,c
∈R,a,b ≠ 0, dan x,y suatu variabel.
Perhatikan persamaan-persamaan berikut.
x + 5 = y
2a – b = 1
3p + 9q = 4
Persamaan-persamaan di atas adalah contoh bentuk persamaan linear dua
variabel. Variabel pada persamaan x + 5 = y adalah x dan y, variabel
pada persamaan 2a – b = 1 adalah a dan b. Adapun variabel pada persamaan
3p + 9q = 4 adalah p dan q.
Perhatikan bahwa pada setiap contoh persamaan di atas, banyaknya variabel ada dua dan masing-masing berpangkat satu.
Penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel
Perhatikan persamaan x + y = 5. Persamaan ini masih merupakan kalimat
terbuka, artinya belum mempunyai nilai kebenaran. Jika nilai x diganti
dengan bilangan 1 maka nilai y yang memenuhi adalah 4. Karena pasangan
bilangan (1,4) memenuhi persamaan tersebut, maka persamaan x + y = 5
menjadi kalimat yang benar. Dalam hal ini dikatakan bahwa (1,4)
merupakan salah satu penyelesaian dari persamaan x + y = 5.
Apakah hanya (1,4) yang merupakan penyelesaian x + y =5?
Untuk dapat menentukan himpunan penyelesaian dari x + y = 5 dengan x + y
variabel pada himpunan bilangan cacah maka harus mencari nilai x dan y
yang memenuhi persamaan tersebut.
Untuk mencari nilai x dan y yang memenuhi persamaan x + y = 5 akan lebih mudah dengan membuat tabel seperti berikut.
x 0 1 2 3 4 5
y 5 4 3 2 1 0
(x,y)
(0,5)
(1,4)
(2,3)
(3,2)
(4,1)
(5,0)
Jadi, himpunan penyelesaian dari persamaan x + y = 5 adalah {(0,5),(1,4),(2,3),(3,2),(4,1),(5,0)}.
Gambar grafik persamaan x + y = 5 pada bidang Cartesius tampak seperti Gambar 1 berikut :
Gambar 1
Jika x dan y variabel pada himpunan bilangan cacah maka grafik penyelesaian persamaan x + y = 5 berupa noktah/titik-titik.
Adapun, jika x dan y variabel pada himpunan bilangan real
makatitik-titik tersebut dihubungkan sehingga membentuk garis lurus
seperti Gambar 2.
Gambar 2
Jika di ambil pasangan bilangan (2,1) dan disubstitusikan pada persamaan
x + y = 5 maka diperoleh 2 + 1 ≠ 5 (kalimat salah). Karena pasangan
bilangan (2,1) tidak memenuhi persamaan x + y = 5 maka bilangan (2,1)
disebut bukan penyelesaian persamaan x + y = 5.
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Perhatikan permasalahan berikut :
Pada hari ini Anggita berencana untuk membeli alat tulis yang terdiri
dari pensil dan bolpoin di suatu toko alat tulis dekat rumahnya. Ia
berencana akan membeli total sebanyak 5 buah alat tulis. Berapa
banyaknya masing-masing pensil dan bolpoin yang mungkin dibeli oleh
Anggita?
Untuk mendaftar semua kemungkinannya, kita dapat menggunakan tabel seperti berikut.
Pensil 0 1 2 3 4 5
Bolpoin 5 4 3 2 1 0
Permasalahan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan : p+b=5 dengan p
dan b secara berturut-turut merupakan banyaknya pensil dan bolpoin yang
akan dibeli oleh Anggita.
Karena banyaknya pensil ditambah banyaknya bolpoin adalah 5 buah, maka
banyaknya pensil sama dengan 5 dikurangi banyaknya bolpoin dan demikian
juga banyaknya bolpoin sama dengan 5 dikurangi dengan banyaknya pensil.
Atau dengan kata lain, persamaan p + b = 5 dapat juga dituliskan menjadi
bentuk persamaan berikut.
p=5-b atau
b=5-p
Berikut ini beberapa contoh bentuk persamaan linear dua variabel lainnya.
x – y = 3
x + y = 8
12x-3y=7
3a+5b-1=0
m=11-4n
u=(13v-11)/15
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dapat dilakukan
dengan metode grafik, eliminasi, substitusi, dan metode gabungan.
Metode Grafik
Pada metode grafik, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear
dua variabel adalah koordinat titik potong dua garis tersebut. Jika
garis-garisnya tidak berpotongan di satu titik tertentu maka himpunan
penyelesaiannya adalah himpunan kosong.
Contoh
Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan
linear dua variabel x + y = 5 dan x – y = 1 jika x,y variabel pada
himpunan bilangan real
Penyelesaian
Untuk membantu memudahkan menggambar grafik dari persamaan x + y = 5
dan x – y = 1, maka bisa dibuat tabel nilai x dan y yang memenuhi kedua
persamaan tersebut.
x + y = 5 x – y = 1
x 0 5 x 0 1
y 5 0 y -1 0
(x,y)
(0,5)
(5,0)
(x,y)
(0,-1)
(1,0)
Gambar 3
Gambar 3 adalah grafik sistem persamaan dari x + y = 5 dan x – y = 1.
Dari gambar tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah
(3,2). Jadi, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y = 5 dan x
– y = 1 adalah {(3,2)}.
Metode Eliminasi
Pada metode eliminasi, cara yang digunakan untuk menentukan himpunan
penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah dengan
menghilangkan (mengeliminasi) salah satu variabel dari sistem persamaan
tersebut. Jika variabelnya x dan y, untuk menentukan variabel x maka
harus mengeliminasi variabel y terlebih dahulu, atau sebaliknya.
Perhatikan bahwa jika koefisien dari salah satu variabel sama maka
dengan ini dapat mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel
tersebut, untuk selanjutnya menentukan variabel yang lain.
Contoh
Dengan metode eliminasi, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3
Penyelesaian
Langkah I (eliminasi variabel y)
Untuk mengeliminasi variabel y, koefisien y harus sama, sehingga
persaman 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 3.
2x + 3y = 6 x 1 ⇒ 2x + 3y = 6
x – y = 3 x 3 ⇒ 3x-3y = 9 +
2x+3x = 15
5x = 15
x = 3
Langkah II (eliminasi variabel x)
Seperti pada langkah I, untuk mengeliminasi variabel x, koefisien x
harus sama, sehingga persamaan 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x –
y = 3 dikalikan 3.
2x + 3y = 6 x 1 ⇒ 2x + 3y = 6
x – y = 3 x 2 ⇒ 2x-2y = 6 –
3y-(-2y) = 0
3y+2y = 0
5y = 0
y =0/5
y =0
Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(3,0)}
Metode Substitusi
Sebelumnya telah diuraikan cara menentukan himpunan penyelesaian dari
persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3 dengan metode grafik dan eliminasi.
Sekarang selesaikan sistem persamaan tersebut dengan metode substitusi.
Contoh
Persamaan x – y = 3 ekuivalen dengan x = y + 3. Dengan cara
menyubstitusikan persamaan x = y + 3 ke persamaan 2x + 3y = 6 diperoleh
sebagai berikut.
Penyelesaian
2x+3y = 6
⇒ 2(y+3)+3y = 6
⇒ 2y+6+3y = 6
⇒ 5y+6 = 6
⇒ 5y+6-6 = 6-6
⇒ 5y = 0
⇒ y = 0
Selanjutnya untuk memperoleh nilai x, substitusikan nilai y ke persamaan x = y + 3, sehingga diperoleh
x = y + 3
⇔ x = 0 + 3
⇔ x = 3
Jadi, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3 adalah {(3,0)}
Maka dapat dikatakan bahwa untuk menyelesaikan sistem persamaan linear
dua variabel dengan metode substitusi, terlebih dahulu kita nyatakan
variabel yang satu ke dalam variabel yang lain dari suatu persamaan,
kemudian menyubstitusikan (menggantikan) variabel itu dalam persamaan
yang lainnya.
Metode Gabungan
Setelah menguraikan cara menentukan himpunan penyelesaian dari sistem
persamaan linear dua variabel dengan metode grafik, eliminasi, dan
substitusi. Sekarang akan mempelajari cara yang lain, yaitu dengan
metode gabungan eliminasi dan substitusi.
Contoh
Dengan metode gabungan, tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x – 5y = 2 dan x + 5y = 6, jika x,y ∈ R
Penyelesaian
2x- 5y = 2 x 1 ⇒ 2x- 5y = 2
x+ 5y = 6 x 2 ⇒ 2x+10y = 12 –
-15y = -10
y = (-10)/(-15)
y = 2/3
Selanjutnya substitusikan nilai y ke persamaan x+5y=6, sehingga diperoleh
x+5y=6
⇔ x+5(2/3) = 6
⇔ x+10/3 = 6
⇔ x = 6-10/3
⇔ x = 2 2/3
Jadi, himpunan penyelesaian dari persamaan 2x – 5y = 2 dan x + 5y = 6 adalah {(2 2/3,2/3 )}
Membuat Model Matematika dan Menyelesaikan Masalah Sehari-Hari yang Melibatkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Beberapa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari ternyata dapat
diselesaikan dengan melakukan perhitungan yang melibatkan sistem
persamaan linear dua variabel. Permasalahan sehari-hari yang biasa
ditemukan tersebut biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita.
Langkah-langkah menyelesaikan soal cerita sebagai berikut.
Mengubah kalimat-kalimat pada soal cerita menjadi beberapa kalimat
matematika (model matematika), sehingga membentuk sistem persamaan
linear dua variabel.
Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.
Menggunakan penyelesaian yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan pada soal cerita.
Contoh
Asep membeli 2 kg mangga dan 1 kg apel dan ia harus membayar
Rp. 15.000,00, sedangkan Intan membeli 1 kg mangga dan 2 kg apel dengan
harga Rp. 18.000,00. Berapakah harga 5 kg mangga dan 3 kg apel?
Penyelesaian
Misalkan harga 1 kg mangga = x
harga 1 kg apel = y
Kalimat matematika dari soal di samping adalah
2x+y=15.000
x+2y=18.000
Selanjutnya, selesaikan dengan menggunakan salah satu metode penyelesaian, misalnya dengan metode gabungan.
Langkah I : Metode eliminasi
Dengan demikian, harga 1 kg mangga adalah Rp4.000,00 dan harga 1 kg apel adalah Rp7.000,00.
2x + y = 15.000 × 1 ⇒ 2x+ y = 15.000
x+ 2y = 18.000 × 2 ⇒ 2x+4y = 36.000 -
- 3y = -21.000
y = (-21.000)/(-3)
y = 7.000
Langkah II : Metode substitusi
Substitusi nilai y ke persamaan 2x + y = 15.000
2x+y = 15.0000
2x+7.000 = 15.0000
⇔ 2x = 15.000-7.000
⇔ 2x = 8.000
⇔ x = 8.000/2
⇔ x = 4.000
Dengan demikian, harga 1 kg mangga adalah Rp4.000,00 dan harga 1 kg apel adalah Rp7.000,00
Jadi, harga 5 kg mangga dan 3 kg apel adalah
5x + 2y = (5 × Rp.4.000,00) + (3 × Rp.7.000,00)
= Rp.20.000,00 + Rp.21.000,00
= Rp.41.000,00
Menyelesaikan Sistem Persamaan Nonlinear Dua Variabel Dengan Mengubah Ke Bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Perhatikan beberapa sistem persamaan berikut.
Di antara sistem persamaan di atas, dapatkah kalian menemukan perbedaannya?
Perhatikan bahwa sistem persamaan nomor 1 dan 3 merupakan sistem
persamaan linear dua variabel, karena mempunyai dua variabel yang
berpangkat satu. Adapun nomor 2 dan 4 merupakan sistem persamaan
nonlinear dua variabel, karena mempunyai dua variabel yang berpangkat
dua atau tidak linear. Sistem persamaan nonlinear dua variabel dapat
diselesaikan dengan cara mengubahnya terlebih dahulu ke bentuk linear.
Contoh
Selesaikan sistem persamaan nonlinear dua variabel berikut.
1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6
Penyelesaian
1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6
Misalkan 1/x=a dan 1/y=b sehingga bentuk sistem persamaan linear dua variabelnya adalah
1/x+5/y=5 ⇔ a+5b=5
2/x+3/y=6 ⇔ 2a+3b=6
Kemudian, selesaikan persamaan-persamaan tersebut dengan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel sebagai berikut.
a+5b=5 × 2 ⇔ 2a+10b=10
2a+3b=6 × 1 ⇔ 2a+ 3b=6 –
10b-3b = 10-6
7b = 4
b = 4/7
Selanjutnya substitusi nilai b ke persamaan a+5b=5, sehingga diperoleh
a+5b = 5
⇔ a+5×(4/7) = 5
⇔ a+20/7 = 5
⇔ a = 15/7
Setelah diperoleh nilai a dan b, kembalikan nilai a dan b ke pemisalan semula.
1/x = a 1/y = b
⇔ 1/x = 15/7 ⇔ 1/y = 4/7
⇔ x = 7/15 ⇔ y = 7/4
Jadi, penyelesaian persamaan
1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6 adalah x = 7/15 dan y = 7/4
Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Number Head
Together (NHT) telah dilakukan oleh Gustianingsih (2006) dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head
Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa” yang
dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Cikampek. Peneliti menyimpulkan
bahwa ada pengaruh positif pada peserta didik yang dalam kegiatan
belajar mengajar matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Number Head Together (NHT).
Selanjutnya, penelitian dilakukan oleh Puad Roni Daroni (2012), dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi
Lingkaran” yang dilaksanakan di kelas VIII D SMP Islamiyah Ciawi
Kabupaten Tasikmalaya. Kesimpulannya menyatakan bahwa ada peningkatan
aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran setelah model
pembelajaran tipe Number Head Together (NHT).
Penelitian lainnya dilaporkan oleh Darsun (2011) dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Peserta Didik”, yang
dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 3 Tasikmalaya. Kesimpulan
penelitian menyatakan terdapat pengaruh positif penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap
kemampuan pemahaman matematika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3
Tasikmalaya.
Anggapan Dasar
Menurut Arikunto, Suharsimi, (2006:19) “Anggapan dasar atau postulat
adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh
penyelidik”. Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa anggapan
dasar yaitu diantaranya :
Pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel
diberikan di kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran dilaksanakan dengan
Kurikulum 2013
Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran pada materi
sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan
pembelajaran langsung.
Peserta didik mampu mengikuti pembelajaran matematika pada materi sistem
persamaan linear dua variabel dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan pembelajaran langsung.
Peserta didik mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian
Untuk menjawab dan membahas semua permasalahan penelitian maka penulis
mengungkapkan hipotesis dan pernyataan penelitian sebagai berikut :
Hipotesis
Menurut pendapat Ruseffendi, E.T. (2005:23) “Hipotesis adalah penjelasan
atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena
(gejala) atau kejadian yang akan terjadi; bisa juga mengenai kejadian
yang sedang berjalan”. Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan
anggapan dasar yang telah dikemukakan penulis maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah “Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik peserta didik melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT).
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan pada penelitian ini adalah “Pada langkah manakah peserta
didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematik menurut
langkah-langkah Polya?”.
Prosedur Penelitian
Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:2) “Metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimen,
karena metode eksperimen bertujuan untuk meneliti ada tidaknya serta
besarnya hubungan sebab akibat. Penelitian ini memberikan perlakuan
terhadap kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
Number Head Together (NHT) hingga terjadinya peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik
Hal ini sesuai dengan pendapat yang telah dinyatakan oleh Arikunto,
Suharsimi (2006:3) “Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan
sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti
dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain
yang mengganggu”.
Variabel Penelitian
Arikunto, Suharsimi (2010:161) menyatakan, “Variabel adalah objek
penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatiansuatu penelitian”.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas atau
independent variable (X) yaitu variabel yang mempengaruhi dan variabel
terikat atau dependent varible (Y) yaitu variabel akibat. Dalam
penelitian ini, pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)
dan model pembelajaran langsung sebagai variabel bebas dan kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik sebagai variabel terikat.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan dilakukannya
tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang dilaksanakan pada awal
pembelajaran (pretes) dan setiap pembelajaran telah selesai dilaksanakan
(postes). Tipe soal untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematik
berupa tes uraian atau subjektif dengan jenis soal-soal pemecahan
matematik sebanyak 4 soal yang dilaksanakan satu kali pada akhir
pelajaran. Hal ini dilakukan guna mengetahui perkembangan kemampuan
pemecahan masalah yang dimiliki peserta didik dengan skor maksimum 40.
Instrumen Penelitian
Arikunto, Suharsimi (2010:203) mengungkapkan bahwa instrumen penelitian
adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
dalam arti lebih cepat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan model
pembelajaran langsung. Maka dilakukan pretes dan postes kepada kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan soal terdiri dari 4 buah soal
pemecahan masalah matematik berbentuk uraian dengan skor maksimum 40.
Soal-soal dari tes kemampuan pemecahan masalah matematik terlebih dahulu
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan diuji cobakan pada peserta
didik di luar sampel penelitian yakni peserta didik kelas IX yang telah
menerima pembelajaran matematika materi sistem persamaan linear dua
variabel. Soal-soal berbentuk uraian dengan tujuan agar mengetahui
proses berfikir, ketelitian dan sistematik pekerjaan peserta didik.
Setiap soal diberi skor berdasarkan tingkat kesukaran lalu proses
penyelesaiannya harus sesuai denganaturan penskoran yang telah
ditentukan. Langkah selanjutnya, data hasil uji yang telah dihasilkan di
analisis untuk mengetahui karakteristik soal tersebut, meliputi :
Uji Validitas Butir Soal
Menurut Arikunto, Suharsimi (2006:168) “Validitas adalah ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”.
Sedangkan Suherman, Erman (2003:119) menyatakan, “Rumus untuk mencari
koefisien validitas butir soal dapat menggunakan rumus Product Moment
angka kasar yang menurut Suherman, Erman (2003:120) dirumuskan sebagai
berikut :
r_xy=(N(∑XY)-(∑X)(∑Y))/√({〖N(∑X〗^2)-〖(∑X)〗^2 }{〖N(∑Y〗^2-〖(∑Y)〗^2 } )
Keterangan :
r_xy = Koefisien validitas butir soal
X = Skor butir soal
Y = Skor total butir soal
N = Banyaknya peserta tes
Menurut Gulifort, J.P. (Suherman, Emran, 2003:113) kriteria koefisiensi validitas yang digunakan adalah
0,90〖≤r〗_xy≤1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)
0,70〖≤r〗_xy<0 baik="" br="" tinggi="" validitas="">
0,40〖≤r〗_xy<0 br="" cukup="" sedang="" validitas="">
0,20〖≤r〗_xy<0 br="" kurang="" rendah="" validitas="">
0,00〖≤r〗_xy<0 br="" rendah="" sangat="" validitas="">
〖 r〗_xy<0 br="" tidak="" valid="">
Uji Reliabilitas Butir Soal
Suherman, Erman (2003:135) menyatakan, “Untuk menghitung koefisien reliabilitas soal bentuk uraian menggunakan rumus Alpha”.
Rumus Alpha adalah
r_11=[n/(n-1)][1-(∑s_i^2)/(s_t^2 )]
Keterangan :
r_11 = reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir soal (item)
s_i^2 = jumlah varians skor setiap item
s_t^2 = varians skor total
Rumus varians yang digunakan adalah
s_n^2=(〖∑X〗_n^2-〖〖(∑X〗_n)〗^2/n)/n
Keterangan :
s_n^2 = varians skor
∑X = jumlah skor total
n = banyak subjek
Menurut Guilfort J.P. (Suherman, Emran, 2003:113) klasifikasi interpretasi derajata reliabilitas adalah
〖 r〗_11<0 br="" derajat="" reliabilitas="" rendah="" sangat="">
0,20〖≤r〗_11≤1,00 derajat reliabilitas rendah
0,40〖≤r〗_11<0 br="" derajat="" reliabilitas="" sedang="">
0,70〖≤r〗_11<0 br="" derajat="" reliabilitas="" tinggi="">
0,90〖≤r〗_11<0 br="" derajat="" reliabilitas="" sangat="" tinggi="">
Populasi dan Sampel
Populasi
Penentuan sumber data penelitian memerlukan pertimbangan agar dapat
memperoleh hasil data yang relevan dengan masalah yang diteliti. Unsur
objek penelitian untuk memperoleh data dinamakan populasi. Menurut
Sugiyono (2011:80), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta
didik kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran Tahun Pelajaran 2014/2015.
Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang dipilih untuk suatu proses
penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi hal ini sejalan
dengan Arikunto, Suharsimi (2010:174), “Sampel adalah sebagian yang
diambil atau wakil populasi yang diteliti”. Pengambilan dilakukan secara
random (acak), karena setiap kelas mempunyai karakteristik yang sama.
Sampel diambil sebanyak 2 kelas, dengan cara membuat gulungan kertas
sebanyak kelas dalam populasi, satu kelas sebagai kelas eksperimen
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran langsung.
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sebuah rencana atau rancangan yang dibuat oleh
peneliti yang berfungsi sebagai tahap persiapan sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Berdasarkan pengambilan sampel yang telah
diuraikan, yaitu pengambilan sampel yang mendapatkan perlakuan sama.
Dimana sebelum dan setelah mendapat perlakuan yang sama sampel tersebut
memperoleh tes kemampuan pemecahan masalah matematik (pretes-postes).
Menurut Ruseffendi, E.T. (2003:51), desain kontrol pretes-postes adalah tergambar sebagai berikut :
A O X O
A O O
Keterangan :
A = Pengelompokkan subjek secara acak
O = Pretes dan postes tes kemampuan pemecahan masalah matematik
X = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Number Head Together (NHT)
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengolahan Data
Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematik bertujuan untuk
menghitung skor dalam soal uraian ditentukan ditentukan pedoman
penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematik sesuai dengan aturan
penskoran yang terdapat pada tabel 8 dengan memperhatikan
langkah-langkah yang telah ditentukan. Pemberian skor tes pemecahan
masalah yang dilakukan oleh Schoen dan Ochmke (Wardani, Sri, 2002:16)
disajikan pada tabel 3 berikut :
Tabel 3
Pedoman Pemberian Skor Pemecahan Masalah
Skor Memahami Masalah Membuat Rencana Pemecahan Masalah Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil
0 Salah menginterpretasikan/ salah sama sekali Tidak ada rencana,
membuat rencana yang tidak relevan Tidak melakukan perhitungan Tidak ada
pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain
1 Salah menginterpretasikan sebagian soal/ mengabaikan soal Membuat
rencana yang tidak dapat diselesaikan Melakukan prosedur yang benar dan
mungkin menghasilkan jawaban benar tetapi salah perhitungan Ada
pemeriksaan tetapi tidak tuntas
2 Memahami masalah soal selengkapnya Membuat rencana yang benar tetapi
salah dalam hasil, tidak ada hasil Melakukan proses yang benar dan
mendapatkan hasil yang benar Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat
kebenaran proses
3 Membuat rencana yang benar tetapi belum lengkap
4 Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarahkan pada solusi yang benar
Max 2 4 2 2
Gain
Gain adalah data yang diperoleh untuk mengetahui berapa besar
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik yang terjadi. Data ini
dihasilkan dari gain ternormalisasi hasil perhitungan skor pretes dan
postes yang telah diberikan baik di kelas eksperimen maupun di kelas
kontrol. Gain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
normalized gain=(postest score –pretest score)/(score max-pretest score)
Kategori
G – tinggi = nilai g≥0,70
G – sedang = nilai 0,30≤g<0 br="">
G – rendah = nilai g≤0,30
Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji statistik penelitian terhadap dua perlakuan dengan langkah-langkah berikut :
Statistik Deskriptif
Tujuan dari digunakannya statistika deskriptif adalah untuk memberikan
gambaran yang jelas tentang data-data yang sudah terkumpul bagi peneliti
maupun bagi orang lain yang ingin mengetahuinya.
Membuat daftar distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, komulatif dan histogram (Sudjana, 2005:46-53)
Menentukan ukuran statistik
Banyak data (n)
Data tersebar (db)
Data terkecil (db)
Rentang (r)
Rata-rata (x ̅ )
Median (Me)
Modus (Mo)
Standar deviasi (ds)
Uji Hipotesis
Uji persyaratan analisis
Menguji normalisasi dari masing-masing kelompok dengan Chi-Kuadrat.
Rumus yang digunakan (Sudjana, 2005:273) adalah sebagai berikut :
x^2= ∑_(i=1)^k▒((O_i-E_i))/E_i
Keterangan :
O_i = Frekuensi pengamatan
E_i= Frekuensi yang diharapkan
Pasangan Hipotesis :
H_0= sampel berasal dari populasiyang berdistribusi
normal
H_1= sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
tidak normal
Kriteria pengujian adalah tolak H_0 jika 〖x^2〗_hitung≥〖x^2〗_((1-a)(db))
dengan α taraf nyata pengujian dan db=k-3. Dalam hal lainnya H_0
diterima.
Menguji homogenitas varians
Mencari nilai F
Pasangan hipotesis : H_0:V_1=V_2
H_1:V_1≠V_2
Keterangan :
V_1= Varians kelompok pertama
V_2= Varians kelompok kedua
Statistik yang digunakan adalah : F=Vb/Vk
Keterangan :
V_b= Varians besar
V_k= Varians kecil
Kriteria pengujian adalah :
Tolak H_0 jika F_hitung> F_(α(nvb,nvk-1)) dengan taraf nyata
pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak homogen. Dalam hal
lainnya H_0 diterima.
Menentukan derajat kebebasan
Dengan rumus : 〖db〗_1=n_1-1
〖db〗_2=n_2-1
Keterangan :
〖db〗_1 = derajat kebebasan pembilang
〖db〗_2 = derajat kebebasan penyebut
n_1 = ukuran sampel yang variansinya besar
n_2 = ukuran sampel yang variansinya kecil
Menentukan nilai F daftar
Kriteria pengujian adalah :
Tolak H_0 jika F_hitung> F_(α(db1,db2))dengan α 1% taraf nyata
pengujian dan 〖db〗_1=n_1-1, 〖db〗_2=n_2-1 artinya populasi tidak homogen.
Dalam hal lainnya H_0 diterima.
Jika distribusinya normal maka dilanjutkan dengan menghitung perbedaan dua rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan uji-t.
Jika distribusinya tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan Wilcoxon.
Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansnya tidak homogen maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t’.
Untuk uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata
Menurut Ruseffendi, E.T. (1993:398) rumus pengujian dua sampel bebas dan
kedua variansi populasinya tidak diketahui tetapi diasumsikan sama
(Ruseffendi, E.T. 1993:398) yakni :
Pasangan hipotesis : H_0:μ_x≤μ_y
〖 H〗_0:μ_x>μ_y
Keterangan :
μ_x = Parameter rerata kelompok eksperimen
μ_y = Parameter rerata kelompok kontrol
Rumus yang digunakan adalah
S_(x-y)^2=(∑▒〖〖(X-(X ) ̅)〗^2+∑▒〖(Y-(Y ) ̅)〗^2 〗)/(n_x+n_y-2)
Dengan ∑▒(X-(X ) ̅ )^2 =S_x^2 〖(n〗_(x-1))
∑▒(Y-(Y ) ̅ )^2 =S_y^2 〖(n〗_(y-1))
Maka dengan hipotesis nol H_0:μ_x≤μ_y, uji statistiknya
t=(X-(X ) ̅)/√(s_(x-y)^2 (1/n_x +1/n_y ) )
Keterangan :
(X ) ̅= Rerata sampel kelas eksperimen
(Y ) ̅= Rerata sampel kelas kontrol
n_x= Ukuran sampel kelas eksperimen
n_y= Ukuran sampel kelas kontrol
S_x = Deviasi baku sampel kelas eksperimen
S_y = Deviasi baku sampel kelas eksperimen
Kriteria pengujian adalah tolak H_0 jika t_hitung≥ t_((1-α)(db))dan
dalam keadaan lainnya H_0 diterima dengan α taraf nyata pengujian,
artinya terdapat peningkatan positif penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Number head Together (NHT) terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik peserta didik.
Analisis Skor Untuk Kesulitan Peserta Didik
Menghitung batas penguasaan ideal untuk setiap langkah pemecahan masalah matematik
Menurut Musiri (Rosita, Ricca Cambera Nur, 2004:12) untuk menghitung batas penguasaan ideal menggunakan rumus sebagai berikut :
Batas penguasaan ideal = x ̅_ideal+1/4 〖SD〗_ideal
Keterangan :
x ̅_ideal = nilai rata-rata ideal, adalah 1/2 dari skor maksimal tiap tahap
〖SD〗_ideal = simpangan baku ideal, adalah 1/3 dari nilai rata-rata ideal
Peserta didik dikatakan mengalami kesulitan dalam langkah pemecahan
masalah matematik jika skornya kurang dari batas penguasaan ideal.
Menghitung persentase peserta didik yang mengalami kesulitan pada tiap tahap pemecahan masalah matematik
Menurut Musiri (Rosita, Ricca Cambera Nur, 2004:12) untuk menghitung
persentase peserta didik yang mengalami kesulitan pada tiap langkah
pemecahan masalah matematik dapat dicari dengan :
P_i=T_i/n×100%,i=1,2,3
Keterangan :
P_i = besarnya persentase peserta didik yang mengalami kesulitan
pada tahap ke-i
T_i = banyaknya persentase peserta didik yang mengalami kesulitan
pada tahap ke-i
n = banyaknya peserta didik
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Babin. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Peserta Didik Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT). FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan
Budiningsih, C. Asri (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Daroni, Puad Roni (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT) Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Peserta
Didik Pada Materi Lingkaran. FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan
Darsun. (2011). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika
Peserta Didik. FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan
Fuaidah, Tu’nas (2011). Teori Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner.
[online]. Tersedia:
http://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/.
[13 Juni]
Gustianingsih. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa. FKIP UNSIL. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan
Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Malang: Pustaka Pelajar
Ibrahim, Muslimin, et. all. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa.
Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta
Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia
MKPBM,Tim. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Nuharini, Dewi. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VIII SMP dan MTs. Jakarta: CV. Usaha Makmur
Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
Konsep, Landasan & Implementasinya Pada Kurikulum KTSP. Jakarta:
Kencana
Trianto. (2011).Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Widaningsih, Dedeh. (2010). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung: Rizqi Press
0>0>0>0>0>0>0>0>0>0>
No comments:
Post a Comment